Berita Merdeka –Â Seorang PKL di kawasan Taman Pancasila Kota Tegal, Edi Kurniawan alias Edi Bongkar melaporkan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja atau Kasatpol PP Kota Tegal, Hartoto ke Polres Tegal Kota, Senin, 25 Juli 2022 malam.
Edi Bongkar dalam laporan pengaduan ke polisi yang ditangani Unit IV Polres Tegal Kota dengan nomor STPLP/289/VII/2022/Jateng/Res Tegal Kota menyebut adanya dugaan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh oknum anggota Satpol PP.
Edi Kurniawan atau Edi Bongkar yang merupakan Ketua Organisasi Pedagang Eks Taman Poci (Orpeta) Kota Tegal melaporkan Kasatpol PP lantaran merasa barangnya yang berupa Wahana Pemancingan Anak-anak yang ditempatkan di trotoar sebelah selatan Taman Pancasila Kota Tegal disebutkan telah dibawa Satpol PP tanpa sepengetahuan dirinya.
Kronologis lenyapnya barang berupa Wahana Pemancingan Anak-anak yang ditempatkan di trotoar miliknya berawal pada hari Senin, 25 Juli 2022 sekira pukul 15.00 WIB kemudian ditinggal oleh dirinya untuk menjemput anaknya pulang sekolah.
Namun setibanya kembali di trotoar tersebut, dirinya mendapati barang berupa Wahana Pemancingan Anak-anak itu sudah tidak berada ditempat dan disebutkan telah diambil Satpol PP yang menurutnya tanpa pamit dirinya.
Saat kembalinya itu pula, Edi Bongkar ketemu Kasatpol PP, Hartoto yang katanya menyampaikan pada dirinya bahwa barang-barang dagangannya telah dibawa. Atas kejadian tersebut menurutnya dia mengalami kerugian senilai Rp8 juta.
Sementara Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tegal, Hartoto saat dikonfirmasi Berita Merdeka merespond dengan rasa geli.
“Kok kami dikatakan mencuri. Tindakan kami adalah mengamankan barang dari masyarakay yang melakukan pelanggaran hukum,” tanya Hartoto.
Menurutnya, pihaknya memiliki fungsi dan tugas mengawal perda. Bagaimana Satpol PP dalam mengamankan para pelanggar hukum dengan menjalankan fungsinya disebut pencurian?.
“Ini menjadi lucu dan aneh. Pelanggar hukum kok melaporkan Penegak hukum. Apa sudah dipertimbangkan dengan baik dalam melangkah?,” pesan Hartoto.
Perda yang dimaksud Hartoto adalah Perda Kota Tegal No 9 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. Perda tersebut efektif berlaku tanggal 23 Oktober 2018 semasa pemerintahan Kota Tegal Nursholeh.
Pada Perda Kota Tegal Nomor 9 Tahun 2018 tersebut pada bagian ketiga berupa Larangan.
Pada pasal 8, Selain dengan izin pejabat yang berwenang setiap orang atau
badan dilarang terutama pada huruf (m) menempatkan benda atau barang bekas pada tepi jalan raya dan jalan lingkungan permukiman penduduk.
Pada huruf (o), berbunyi, memakai jalan dan atau trotoar untuk kepentingan
pribadi atau kelompok yang berakibat terganggunya
kelancaran lalulintas dan angkutan jalan, serta estetika atau keindahan jalan dan lingkungannya.
“Ini yang saya maksud dengan Pelanggar hukum melaporkan Penegak Hukum ke Polres mas. Bahkan sampai menuding kami sebagai pelaku tindak pidana pencurian dalam menjalankan tugas pengawalan perda,” jelas Hartoto.
Ketika ditanya apakah akan dilakukan tuntutan balik kalau tudingan tersebut tidak terbuktikan sebagai tindak pidana pencurian?
“Sebetulnya pihak polres sudah melakukan upaya mediasi namun yang bersangkutan tetap bersikeras melanjutkan. Kalau tuntut balik sebetulnya hanya membesarkan nama dia saja. Tapi kalau memang nanti diperlukan sebagai pelajaran, ya akan kami lakukan,” tuturnya.
Sedangkan Edi Bongkar saat ditanya tentang potensi laporan pengaduannya akan menjadi bumerang jika tak terdapat unsur pidana, Edi Bongkar mengatakan tetap sesuai pada kronologi yang tertera dalam surat pelaporan pengaduannya dan semua diserahkan kepada pihak APH.
“Jelas ada pengakuan dari satpol yang membawa barang tersebut, disurat pelaporan saya hanya melaporkan pencurian, pelakunya siapa biar APH yg menentukan,” urainya melalui pesan suara WhatsApp, Selasa, 25 Juli 2022 pagi.
Dikatakan oleh Edi bahwa dia berjualan di trotoar dengan dasar hukum Permen PUPR Nomor 3 tahun 2014 yang menurutnya sangat jelas mengatur dengan jelas dan detil.
“Baik terkait mereka pegangannya perda maupun perwal, kita pegangannya adalah peraturan yang lebih tinggi yaitu Permen PUPR Nomor 3 tahun 2014. Bahwa disitu diatur dengan jelas bahwa UU merupakan petunjuk pelaksana, sedangkan Permen itu sendiri petunjuk teknis jadi tidak ada aturan yang saling mengalahkan tidak ada yang kontradiktif semuanya saling mengikat,” tutur Bongkar.
Tentang langkah apa yang telah dilakukan Satpol PP dengan menertibkan dan membawa barang dagangan para PKL dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana dengan kategori pencurian?
“Ya itu yang menentukan pihak APHnya yang penting begini, kita datang ke Polres mengadukan atas barang-barang yang hilang. Soalnya kami tidak melihat sendiri itu intinya. Jadi barang digelar, setelah saya tinggal begitu kembali sudah tidak ada barangnya,” pungkas Edi. (Anis Yahya)