Berita Merdeka – Sekelompok warga Gang Birao RT 7 RW 3, Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur Kota Tegal lakukan aksi hukum menggugat Lurah Panggung ke Pengadilan Tata Usaha Negeri atau PTUN Semarang, Selasa 5 September 2023.
Mereka warga Gang Birao merupakan masyarakat korban penggusuran tempat tinggalnya yang dibuldozer pemerintah Kota Tegal dengan PT KAI pada tahun 2020.
Kini kios-kios dan bangunan yang dulu berdiri dan ditempati puluhan tahun oleh warga Gang Birao RT 7 RW 3 dan terletak disebrang jalan Stasiun Kereta Api Kota Tegal itu, tinggal onggokan puing-puing bagai peninggalan sisa peperangan.
“Warga Gang Birao Rt.7 Rw.3 kelurahan panggung menggugat Lurah Panggung karena tidak menerbitkan Surat Keterangan Tanah(SKT), mereka adalah korban penggusuran tanpa adanya putusan pengadilan di tahun 2020 hingga kios2 dan bangunan2 mereka yang ada didepan stasiun luluh lantak akibat di bouldozer oleh Pemerintah Kota Tegal & PT.KAI,” tulis Edi Kurniawan alias Edi Bongkar yang dipublikasikan melalui facebook, beberapa hari lalu.
Sebelumnya, disebutkan oleh Edi Bongkat bahwa sebanyak 23 Warga Gang Birao telah mengajukan permohonan kepada Lurah Panggung untuk menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) sebagai syarat pendaftaran tanah.
Namun hingga saat ini Lurah Panggung tidak menerbitkan SKT sebagaimana dimohonkan oleh Warga Gang Biro.
“Saat ini, gugatan Warga Gang Biro tengah masuk dalam tahap pemeriksaan persiapan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang,” terangnya.
Menurut Naufal Sebastian dari LBH Bantu Sesama, selaku Kuasa Hukum dari Warga Gang Birao, tindakan Lurah Panggung yang tidak menerbitkan SKT adalah termasuk Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Oleh Badan/Pejabat Pemerintah.
Atas perbuatan tersebut Warga Gang Biro mengalami kerugian yakni tidak dapat melanjutkan proses pendaftaran tanah.
“Lurah Panggung semestinya melakukan koordinasi dan penelitian dokumen yang diajukan oleh warga, namun Lurah Panggung justru mendiamkan, dan menyatakan penolakan tanpa ada proses penelitian berkas permohonan SKT yang diajukan oleh warga gang biro,” ungkap Naufal dalam narasi Edi Bongkar.
Hal tersebut kata Naufal, tentu melanggar prinsip kepastian hukum, kecermatan, dan pelayanan yang baik dalam Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik.
“Warga gang birao secara turun temurun, selama puluhan tahun telah menguasai dan mengusahakan tanah yang oleh warga dijadikan tempat tinggal dan tempat usaha,” jelasnya.
Namun sejak tahun 2014, ketenangan dan ketentraman warga gang birao yang terletak di RT 07/RW.03 Kelurahan Panggung, Kota Tegal terusik karena harus menghadapi konflik agraria.
Tanah yang selama ini dikuasai oleh warga, diklaim sebagai aset milik PT. Kereta Api Indonesia (KAI) dengan dalih sebagai “ahli waris” Hak Barat Eigendom Verponding milik Semarang-Cheirebon Stoomtram Maatschappij/SCS (Perusahaan Kereta Api yang ada pada zaman kolonial Hindia Belanda).
Padahal, PT. Kereta Api Indonesia (KAI) Indonesia sendiri tidak pernah menunjukan dokumen kepemilikan atas tanah tersebut.
“PT. Kereta Api Indonesia bahkan diketahui belum melakukan konversi hak barat eigendom verponding ke hak atas tanah sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria,” tegasnya.
Tanah yang dikuasai oleh Warga Gang Birao meskipun bermula dari Eigendom Verponding, namun saat ini statusnya adalah tanah yang dikuasai oleh negara karena tidak pernah dilakukan konversi, artinya jelas Naufal, warga berhak untuk mendaftarkan tanah tersebut sebagai hak milik.
Hal ini selaras dengan ketentuan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria Jo. Kepres No. 32 Tahun 1978 tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat, yang pada pokoknya menyatakan.
“Tanah Hak Guna, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai asal konversi hak barat, jangka waktu akan berakhir selambat-lambatnya pada tanggal 24 September 1980,” tuturnya.
Meski telah diketahui jika tanah tersebut adalah tanah yang dikuasai oleh Negara yang dapat diajukan pendaftaranya oleh warga gang birao, namun upaya pendaftaran tanah oleh warga selalu terhambat karena tidak diterbitkanya SKT oleh Lurah Panggung.
“Sejak tahun 2014, permohonan penerbitan SKT yang diajukan oleh warga selalu didiamkan oleh Lurah. Terakhir pada tanggal 23 September 2023, warga kembali mengajukan penerbitan SKT kepada Lurah Panggung, lagi-lagi permohonan warga ini didiamkan oleh Lurah,” katanya.
Berdasarkan hal tersebut, mereka mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara dengan objek gugatan tindakan Lurah Panggung yang tidak menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) berdasarkan permohonan Para Penggugat yang disampaikan pada tanggal 23 September 2022.
“Gugatan ke PTUN terhadap Lurah Panggung ini merupakan babak baru perjuangan warga gang biro setelah melewati perjuangan panjang,” pungkasnya.
Sementara Lurah Panggung Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, Amin Suseno, SH, MH saat dikonfirmasi beritamerdeka.co.id menjelaskan bahwa pihaknya telah menghadiri saat panggilan pertama sidang di PTUN.
“Pada saat Panggilan Petama di PTUN Saya didampingi Bagian Hukum, Sidangnya besok hari Rabu, 13 September 2023 di PTUN Semarang, saya selaku Jabatan LURAH sudah minta bantuan ke Bagian Hukum setda Kota Tegal. Jadi nanti yg menjawab Bagian Hukum,” ujar Amin Suseno yang disampaikan melalui pesan WhatsApp, Senin, 11 September 2023. (Anis Yahya)