Menuju Pilkada 2024 Peran Penting Perempuan Tegal dalam Pengawasan Pilkada 2024

Peran Penting Perempuan Tegal dalam Pengawasan Pilkada 2024

44
BERBAGI
Dr. (cand) Indriana Eko Armaidi, S.Pd.,M.Pd
Advertisement

Artikel Oleh: Dr. (cand) Indriana Eko Armaidi, S.Pd.,M.Pd.

Berita Merdeka – Pelaksanaan PILKADA serentak akan segera dimulai, khususnya pada daerah Kota Tegal, Kabupaten Tegal dan sekitanya. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah melakukan upaya untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam proses pemilihan umum. Di tengah persiapan PILKADA 2024, peran perempuan semakin diakui dan didorong untuk turut aktif dalam penyelenggaraan pemilihan tersebut.

Pada prinsipnya, afirmasi politik merupakan agenda besar yang harus didorong sebagai peluang dalam memperjuangkan norma dan kodrat peran perempuan yang lebih baik.

Advertisement

Diperlukan sebuah upaya taktis untuk mengatur penyelenggaraan pemilihan yang ramah perempuan, dalam hal ini adalah segi keterpenuhan penyelenggara PILKADA.

Proses yang berjalan harus selaras dengan dimensi jujur, adil dan transparan. Proses ini memerlukan kerjasama antar pihak guna memastikan peran yang dilakukan mampu mewujudkan integritas proses penyelenggaraan PILKADA 2024.

Lantas bagaimana dengan dukungan regulasi untuk perempuan sebagai penyelenggara pemilu?

Pasal 10 ayat 7 dan Pasal 92 ayat 11 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah mengamanatkan bahwa komposisi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30%.

Di tingkat Pusat komposisi KPU RI masa jabatan 2022-2027 terdapat satu perempuan yang terpilih dari 7 anggota KPU artinya hanya 14%. Situasi serupa juga terjadi di Bawaslu RI yang memiliki satu perempuan sebagai anggota Bawaslu RI atau sekitar 20% dari jumlah anggota Bawaslu.

Data terbaru dalam rekruitmen Bawaslu Provinsi masa jabatan 2022-2027, keterpilihan perempuan sebagai anggota Bawaslu provinsi kurang dari 15%. Dari total 25 provinsi hanya 10 provinsi yang memenuhi ambang keterwakilan perempuan. Sedangkan 15 Provinsi yang lain seluruhnya laki laki.

Masih belum terpenuhinya keterwakilan perempuan baik sebagai peserta maupun sebagai penyelenggara pemilu tentu saja bukan hanya tanggung jawab Partai Politik ataupun pemerintah tetapi menjadi tanggung jawab kita bersama.

Peningkatan Partisipasi perempuan harus dimulai dengan pentingnya keterbukaan akan paradigma kesetaraan Gender dalam keluarga dan pengertian bahwa berpartispasi dalam dunia Politik adalah salah satu bagian terpenting membangun masyarakat bangsa dan negara.

Peran partisipasi politik perempuan mengacu pada peran tahapan pengawasan pemilu masih perlu dorongan untuk menciptakan kesinambungan dalam berkolaborasi. Keterbatasan perempuan khususnya dalam keberanian melapor tentu menjadi lahan advokasi kedepan yang harus senantiasa diperbaiki.

Bawaslu tentu dapat lebih giat untuk mendorong volunterism berbasis kebutuhan masyarakat. Hal ini mengingat bahwa program pengawasan tidak semata-mata didorong oleh pragmatism semata, namun menghadirkan kepemilikan Bersama agar demokrasi elektoral mampu selaras dengan cita-cita pemilu yang berkeadilan.

Hal-hal seperti ini memerlukan mentoring politik bagi Perempuan sehingga terdapat gerakan bersama yang dapat dikembangkan. Pertama, partisipasi politik perempuan hanya dapat diciptakan dengan konsensus antar pihak yang berkepentingan khususnya yang ikut menentukan konfigurasi politik daerah. Perlu adanya forum-forum warga untuk pengawasan dan pendidikan politik;

Kedua, budaya partisipasi politik perempuan untuk terlibat dalam pengawasan pemilu harus diiringi dengan kualitas serta daya pikir yang tangguh dan siasat berstrategi yang efektif. Perempuan kerap mengalah dan merasa hak tersebut tidak harus diembannya karena merasa fungsi domestic jauh lebih menjadi sebuah kewajiban.

Ketiga, melakukan best practice contoh baik kepemimpinan perempuan dalam melapor. Hal ini untuk meneguhkan setiap warga negara mempunyai kesempatan atas hal tersebut. Perlindungan harus merata dan tidak tebang pilih.

Munculnya diskursus atas peran-peran perempuan pengawas di lapangan juga menjadi pilihan baik untuk senantiasa maju dan kontributif untuk mencegah terjadinya potensi pelanggaran.

Selain itu, partisipasi perempuan juga dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin yang lebih inklusif dan mewakili seluruh lapisan masyarakat.

Dengan melibatkan perempuan secara aktif, kebijakan dan program yang dihasilkanpun akan lebih komprehensif dan mengakomodasi kepentingan semua pihak.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan berbagai lembaga terkait untuk terus mendorong dan memfasilitasi partisipasi perempuan dalam PILKADA 2024.

Langkah-langkah strategis seperti kampanye kesadaran, penyediaan fasilitas yang memadai, dan penghapusan hambatan-hambatan struktural harus diambil untuk memastikan bahwa setiap perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam berpartisipasi dalam proses demokrasi. Partisipasi perempuan dalam pemilihan tersebut bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tugas seluruh masyarakat.

Dengan mendorong dan mendukung partisipasi perempuan, kita dapat membangun masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan demokratis. PILKADA 2024 adalah momentum besar bagi perempuan Tegal untuk mengambil peran aktif dalam menentukan masa depan Tegal mendatang. Mari bersama-sama memastikan partisipasi perempuan yang kuat dan berdampak pada PILKADA 2024. (***)