Berita Merdeka – Anggota Komisi II DPR RI, Wahyudin Noor Aly, yang akrab disapa Goyud, memberikan apresiasi atas kebijakan Presiden Prabowo Subianto terkait penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% pada barang-barang mewah.
Kebijakan tersebut menurut Goyud, secara tegas hanya diberlakukan pada barang-barang mewah sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
UU itu mengatur kenaikan PPN secara bertahap yang telah disepakati bersama oleh Pemerintah dan DPR pada tahun 2021.
Disebutkan, bahwa kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% adalah langkah bijak yang hanya diterapkan pada barang-barang mewah, seperti kendaraan bermotor premium, rumah mewah, kapal pesiar, dan produk lainnya yang tergolong barang kena pajak mewah (PPnBM).
“Secara teknis pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024, yang menegaskan bahwa kebijakan PPN ini berfokus pada barang-barang mewah. Dengan kebijakan ini, masyarakat yang mengonsumsi kebutuhan sehari-hari tetap terlindungi dari beban tambahan,” ujar Goyud melalui rilis yang dikirimkan melalui WhatsApp ke redaksi beritamerdeka.co.id, Senin, 6 Januari 2025.
Goyud juga mencermati bahwa kebijakan perpajakan ini masih dapat ditingkatkan untuk menciptakan keadilan yang lebih besar.
Ia menyatakan dukungannya jika tarif PPN pada barang mewah tidak hanya 12%, tetapi bisa dinaikkan lebih tinggi.
“Barang-barang mewah adalah konsumsi eksklusif yang dapat dikenakan pajak lebih tinggi tanpa memengaruhi kebutuhan dasar masyarakat. Kenaikan tarif PPN untuk barang mewah akan menjadi langkah strategis untuk meningkatkan penerimaan negara dan memperluas ruang fiskal bagi program-program kesejahteraan rakyat,” tambah Goyud.
Selain itu, ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut sejalan dengan sila ke-5 Pancasila, yakni Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Menurutnya, sila ke-5 adalah landasan moral yang mengarahkan kebijakan perpajakan untuk menciptakan keadilan sosial melalui distribusi beban yang proporsional.
“Keadilan sosial bukan hanya jargon, tetapi prinsip yang harus diwujudkan dalam setiap kebijakan, termasuk di sektor perpajakan. Pajak adalah bentuk gotong royong modern. Dengan kontribusi lebih besar dari kelompok ekonomi atas, Pemerintah dapat membangun program kesejahteraan yang berdampak luas bagi rakyat,” jelasnya.
Goyud juga memuji inisiatif Pemerintah yang melengkapi kebijakan ini dengan 15 paket stimulus ekonomi senilai Rp38,6 triliun.
Stimulus tersebut dirancang untuk membantu rumah tangga berpenghasilan rendah, masyarakat kelas menengah, serta dunia usaha, khususnya UMKM dan industri padat karya.
“Kebijakan ini membuktikan keberpihakan kepada masyarakat kecil dan menengah. Dengan memusatkan kenaikan pajak pada kelompok ekonomi atas, Pemerintah mampu melindungi daya beli masyarakat bawah sekaligus memperkuat sektor usaha yang menjadi pilar ekonomi nasional,” terang Goyud.
Lebih lanjut, Goyud menekankan pentingnya tindakan tegas dari Pemerintah terhadap pengusaha ritel nakal yang memberlakukan tarif PPN sebesar 12% pada barang atau jasa yang tidak termasuk dalam kategori barang mewah.
“Pemerintah perlu menindak tegas pengusaha ritel yang memberlakukan tarif PPN sebesar 12% pada barang atau jasa yang tidak ada hubungannya dengan kenaikan PPN tersebut. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan perpajakan yang berkeadilan benar-benar diterapkan dan tidak membebani masyarakat bawah,” tegas Goyud.
Sebagai anggota legislatif, Goyud juga berkomitmen untuk menjalankan fungsi pengawasan di lapangan dalam mengawal kebijakan ini.
“Saya akan memastikan bahwa kebijakan ini diterapkan dengan benar dan tidak disalahgunakan. Pengawasan di lapangan sangat penting untuk memastikan bahwa tujuan dari kebijakan ini tercapai dan masyarakat mendapatkan manfaat yang maksimal,” pungkasnya. ***