
Beritamerdeka.co.id – Ketua DPRD Kota Tegal, Kusnendro, ST membantah beredarnya rumor yang berpotensi adanya invisible hand undertable terkait dugaan pelanggaran Nur Fitriani.
Bantahan itu disampaikan Ketua DPRD Kota Tegal, Kusnendro menjawab sejumlah pertanyaan beritamerdeka.co.id termasuk pencopotan spanduk yang mengkritisi kasus Nur Fitriani.
Adanya asumsi diskriminatif pemasangan spanduk aktifis dengan backdrop perusahaan milik Nur Fitriani itulah memunculkan spekulasi sikap tebang pilih pimpinan DPRD.
BK DPRD Kota Tegal Gelar Sidang Kode Etik Dugaan Pelanggaran Nur Fitriani
“Itu tidak ada sama sekali sepeserpun. Saya engga ngerti kalau itu (kegiatan Nur Fitriani – red) jadi loh. Karena minggu siang kita sudah berangkat semua nganter haji (resmi), yang itu kan (rombongan Haji Tanpa Antri) berangkatnya malam,” ujar Kusnendro ditemui di ruang kerjanya, Senin, 23 Juni 2025.
Seperti penuturannya, melihat adanya spanduk yang dipasang dipilar gedung DPRD, sekuriti tidak berani mencopot spanduk karena tertempel ijin resmi dari DPMPTSP Kota Tegal.
“Begitu dicek di DPMPTSP ijinnya itu di dikawasan jalan pemuda bukan di gedung DPRD. Akhirnya kan sekwan menyampaikan ke Satpol PP bahwa ijinnya ada di jalan pemuda, lantas spanduk itu dilepas,” jelas Kusnendro.
Setwan Kota Tegal Misinterpretasi Perwal Kasus Spanduk Udin Amuk di Gedung DPRD
Menurutnya meski sudah mendapatkan ijin, namun ijinnya dikawasan jalan Pemuda dan sudah disediakan gawang untuk pasang reklame. Namun tentang pemasangan backdrop PT. Nawasena Emas Cemerlang milik Nur Fitriani di ruang rapat paripurna DPRD, Ketua DPRD Kota Tegal Kusnendro tetap hal itu tidak dibenarkan.
“Itukan tanpa ijin tanpa pemberitahuan, yang jelas tidak ada ijin di DPRD. Ijin resmi tidak ada.,” katanya.
Kenapa hal itu terpasang dan tidak ada teguran dari sekwan, lantaran kemungkinan yang melakukan anggota DPRD sendiri, sehingga ada perasaan sekwan tidak enak.
Apakah hal itu menjadi pelanggaran tersendiri yang diperlihatkan anggota DPRD Nur Fitriani memasang backdrop perusahaan swasta PT. Nawasena Emas Cemerlang miliknya.
“Yang jelas pada saat itukan tidak ada ijin resmi. Ya karena kadang-kadang (alasan perasaan – red) orang sendiri segala macam, akhirnya sekwan engga kepenak. Cuman kalau resminya engga ada,” terang Kusnendro.
Ia menegaskan pihaknya tidak pernah memperbolehkan dan tidak pernah ada sepucuk suratpun yang membolehkan memasang di ruang rapat paripurna.
Kalau hal itu merupakan tindakan melanggar aturan DPRD, Kusnendro mengatakannya bahwa itu menjadi kewenangannya Badan Kehormatan DPRD.
Senada dengan Kusnendro, Ketua Badan Kehormatan DPRD Kota Tegal, Triono menyatakan bahwa pihaknya tidak membenarkan siapapun yang menggunakan fasilitas DPRD tanpa melalui prosedur itu menyalahi aturan.
“Tidak ada itu , wong pak ketua DPRD saja menegur untuk membuat surat ijin resmi sampai pemberangkatan belum ada, apalagi sifatnya 86. Pak ketua itu sudah tegas menyampaikan. Itu melanggar kode etik kaitannya memakai ruang paripurna tanpa ijin,” kata Triono.

Bahkan Ketua DPRD Kota Tegal Kusnendropun, menurut Triono sudah disidik terkait hal itu. Dalam penyidikan tersebut Kusnendro menyampaikan bahwa penggunaan fasilitas ruang paripurna oleh Nur Fitriani untuk memberangkatkan rombongan Haji Tanpa Antri tidak berijin.
“Ketua (Kusnendro) dan kesekretariatan kita sidik dan ternyata dia menyampaikan tidak ada ijin resmi,” tegas Triono.
Dijelaskan olehnya bahwa meskipun gedung paripurna milik rakyat, tapi kalau mau menggunakannya perlu memakai prosedur yang ada.
“Ruang paripurna ini gedung DPRD ini milik rakyat tapi kalau mau menempati tentunya harus dengan prosedur yang baik siapapun itu jangan semata-mata untuk kepentingan pribadi apalagi tidak ada ijinnya. Itu menyalahi,” kata Ketua BK DPRD Kota Tegal, Triono. (Anis Yahya)