
Beritamerdeka.co.id – Diduga telah terjadi pembangkangan terhadap Instruksi Presiden No.1 Tahun 2025 Tentang Efisiensi pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tegal.
Ditengah tegasnya himbauan Presiden Prabowo Subianto dilakukannya efisiensi belanja anggaran, justru diduga telah terjadi pemborosan anggaran pada Disdikbud Kabupaten Tegal.
Bahkan mirisnya lagi anggaran yang diboroskan tersebut memunculkan biaya imajiner untuk pengadaan buku pendidikan dasar Mulok cita rasa anti korupsi.
Soal Galian C di Kabupaten Tegal: Bupati Akui Belum Inventarisir, Diduga Banyak yang Ilegal
Hal itu tersurat pada isi somasi III (Ketiga) setelah sebelumnya melayangkan Somasi I (Satu) dan II (Dua) yang dilayangkan oleh seorang Pengacara di Kabupaten Tegal H. Fajar Sigit Kusuma, BnSE, S.H.,M.M.,M.H terhadap Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tegal, tertanggal 11 Juli 2025.
Disebutkan dalam somasi (peringatan hukum) tersebut, bahwa pada rincian anggaran belanja kegiatan satuan belanja perangkat daerah dengan sub kegiatan penyediaan buku teks pelajaran muatan lokal pendidikan dasar, jumlah belanja daerah Rp6.790.500.000,- (Enam Milyar Tujuh ratus Sembilan puluh juta lima ratus ribu rupiah).
Dengan nilai kontraknya Rp5.301.918.800,- (Lima Milyar tiga ratus satu juta Sembilan ratus delapan belas ribu delapan ratus rupiah). Maka terdapat selisih Rp1.488.581.200,- (Satu miliar empat ratus delapan puluh delapan juta lima ratus delapan puluh satu ribu dua ratus rupiah).
Dugaan Ijazah Palsu di Pelantikan P3K Kabupaten Tegal, Bupati Belum Beri Tanggapan
Dikatakannya anggaran tersebut tidak mencerminkan azas efisiensi sebagai prinsip pengadaan barang dan jasa yang dilakukan melalui E-katalog dimana terdapat biaya-biaya operasional yang diduga tidak wajar seperti diantaranya,
1) Penyediaan biaya tol kendaraan;
2) Biaya Penginapan;
3) Biaya perjalanan Dinas;
4) dan biaya-biaya lain sebagainya.
Padahal seperti disampaikan Arief Budi Santoso yang bekerja pada bagian Marketing CV. Erlangga mengatakan bahwa pembelian produk penerbit tersebut, harga yang telah disepakati sudah include dengan biaya-biaya yang muncul seperti pengiriman buku yang diantarkan langsung dari penerbit ke berbagai sekolahan sesuai pesanan CV. Sami Jaya.
“Harga dari kami sudah harga net sampai ketempat pemesan (CV. Sami Jaya – red) sesuai daftar sekolah yang disampaikan oleh pemesan kepada kami,” ujar Arif menjawab pertanyaan tim redaksi beritamerdeka.co.id, di kantor Penerbit PT. Erlangga, kawasan Nirmala Square Kota Tegal, Senin, 21 Juli 2025.

Proses pengadaan buku dilaksanakan melaluu metode e-Procurement (LPSE) E-Katalog berdasarkan AMEL, dimana Penyedia bukunya adalah CV. Sami Jaya yang beralamatkan di Jalan Raya Jatibarang – Slawi, RT 01 RW 01 area sawah desa Blubuk, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal.
Namun faktanya, ketika dilakukan cek lapangan terhadap alamat kantor CV tersebut, diduga bukan merupakan kantor definitif CV. Sami Jaya.
Disitulah, tulis Fajar dalam somasinya, timbul pertanyaan meski alamat penyedia buku keberadaannya masih diwilayah kabupatrn Tegal, tapi dalam pengadaan barang dan jasa melalui e-catalog terdapat biaya-biaya operasional yang tidak logis seperti biaya tol kendaraan, biaya penginapan, biaya perjalanan dinas serta biaya-biaya lainnya.
Tambahan lagi, dalam proses pengadaan buku tersebut, tercatat nama dijajaran karyawan / pimpinan CV. Sami Jaya terdapat nama Sigit yang diduga merupakan karyawan PT. Penerbit Erlangga.
Nama Sigit dibenarkan oleh Arif pernah menjadi karyawan CV Erlangga namun sudah resign atau mengundurkan diri atas kemauan sendiri.
“Kalau pak Sigit itu dulu karyawan sini juga, cuman yang saya pahami kenapa resign, alasannya pribadi ingin mandiri usaha sendiri,” tambah Arif.
Merasa Difitnah, Nasori Tindaklanjuti Laporkan Direktur Operasional PDAM Tirta Ayu ke APH
Sebagaimana diketahui pada proses pengadaan buku itu diduga pula terjadi praktek persaingan usaha tidak sehat atau praktek monopoli lantaran anggaran APBD tersebut dibelanjakan hanya pada 1 (satu) penerbit saja yaitu penerbit Erlangga.
“Itu dilakukan ditengah banyak pilihan penerbit lainnya, dimana praktek monopoli bertentangan dengan UU Tipikor jo UU nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli,” ujar Fajar Sigit pada beritamerdeka.co.id.
Pada garis besarnya, terdapat beberapa point yang telah menjadi perspektif hukum dengan telaah yang mendapati kesimpulan terjadinya beberapa dugaan seperti adanya “Cipta Kondisi” atau pemufakatan melalui pembahasan perencanaan APBD Kabupaten Tegal TA 2024 bersama DPRD.
Kedua, Pengadaan Buku Mulok patut diduga bukan atas kebutuhan siswa semata tetapi ada “agenda” lain karena buku yang dibelanjakan faktanya bukan buku mulok dan tidak terdaftar di Pusat Kurikulum dan Perbukuan (PUSKURBUK) serta diduga tidak ada Harga Eceran Tertinggi (HET) yang berpotensi terjadinya perbuatan mark up harga.
Ketiga, pendistribusian buku diduga fiktif berdasarkan konfirmasi beberapa kepala Sekolah penerima bantuan buku dan lainnya. (Anis Yahya dan Tim)