
BeritaMerdeka.co.id – Tarif Trump akhir-akhir ini sedang ramai dibicarakan. Setelah dilantik menjadi presiden AS yang kedua kalinya, Donald Trump membuat kebijakan perdagangan proteksionis di Amerika Serikat.
Presiden Donald Trump mengumumkan bahwa tarif tinggi pada hampir semua barang yang diimpor ke AS. Kenaikan ini berlangsung dari Januari-April 2025, dengan rata-rata tarif perdagangan AS naik dari 2% menjadi 24%.
Angka ini menjadi level tertinggi dalam lebih dari satu abad. Trump menaikkan tarif dasar pada impor tiongkok menjadi 145% efektif setelah 9 April 2025.
Bahkan ia menaikkan tarif untuk Kanada dan Meksiko dengan mengenakan tarif hingga 25%. Meskipun Trump akhirnya memberikan pengecualian tidak terbatas untuk barang yang mematuhi USMCA (United States-Mexico-Canada Agreement).
Trump mengatakan bahwa tindakan ini adalah cara untuk meminta pertanggungjawaban negara-negara tersebut atas perdagangan narkoba selundupan dan Imigrasi ilegal sambil mendukung manufaktur dalam negeri.
Kemudian ia juga mengenakan tarif untuk baja, aluminium dan mobil impor dari berbagai negara menjadi 25% dengan tarif pada suku cadang mobil yang diharapkan akan menyusul.
Pada tanggal 2 April, hari yang disebutnya sebagai hari pembebasan. Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengenakan tarif minimal 10% untuk setiap impor AS yang berlaku mulai tanggal 5 April.
Tarif yang lebih tinggi pada impor dari 57 negara, mulai dari 11% hingga 50% telah dijadwalkan akan berlaku mulai 9 April tetapi segera ditangguhkan selama 90 hari untuk semua negara kecuali Tiongkok. Dan tarif 10% tetap berlaku.
Trump juga menandatangani memorandum untuk melindungi inovasi Amerika, termasuk pertimbangan tarif untuk memerangi pajak layanan digital (DST), denda, praktik, dan kebijakan yang dikenakan pemerintah asing kepada perusahaan Amerika.
Pengumuman tarif timbal balik ini mendorong pembalasan dari mitra dagang dan jatuhnya pasar saham. Menurut formula tarif timbal balik pemerintahan Trump, defisit perdagangan adalah sesuatu yang harus merugikan dan harus dihilangkan.
Pandangan ini ditolak mentah-mentah oleh banyak ekonom, karena didasarkan pada pemahaman yang salah tentang perdagangan sehingga sehingga menyamakannya dengan memperlakukan pembelian sehari-hari sebagai kerugian.
Media massa berpendapat bahwa itu bukanlah tarif timbal balik melainkan tarif protektif unilateral. Tarif ini juga berkontribusi dalam menurunnya proyeksi pertumbuhan PDB oleh Federal Reserve dan OECD dan meningkatkan ekspektasi resesi.***
Sumber:
Wikipedia