Self Healing Pasca Lebaran Sangat Diperlukan
Beritamerdeka.co.id – Momen lebaran selalu identik dengan kebahagiaan: kumpul keluarga, hidangan khas hari raya, hingga tradisi berbagi THR (Tunjangan Hari Raya). Tapi ketika semua euforia itu berakhir, banyak orang justru menghadapi dua kenyataan yang sering luput dibicarakan: keuangan yang mulai menipis, dan energi emosional yang terkuras.
THR memang datang seperti berkah tahunan. Tapi bagi sebagian orang, THR juga pergi secepat datangnya. Mulai dari belanja kebutuhan lebaran, ongkos mudik, hingga “amplop wajib” untuk keponakan, semua itu membuat saldo rekening menyusut drastis hanya dalam hitungan hari.
Ketika lebaran telah berlalu, meja makan yang semula penuh hidangan kini kosong, amplop THR sudah berpindah tangan, dan suasana rumah kembali sunyi. Tapi ada yang sering kali tertinggal, yaitu dompet yang menipis, serta hati yang lelah.
“Senangnya memang luar biasa, tapi habis itu langsung pusing lihat saldo. Apalagi pas balik ke rutinitas kerja, rasanya mental belum siap,” ujar Tania (29), karyawan swasta di Jakarta.
Setiap tahun, kita menyambut hari raya dengan semangat tinggi. Kita rela menabung berbulan-bulan, bahkan ada yang berutang, demi bisa tampil “layak lebaran.” Kita ingin membahagiakan orang lain: keluarga, kerabat, bahkan tetangga yang hanya kita temui setahun sekali. Dan itu semua tidak salah. Namun, sering kali, kebahagiaan yang kita beri pada orang lain justru mengikis cadangan energi dan keuangan kita sendiri yang membuat mental menjadi merasa lelah.
Fenomena ini ternyata cukup umum. Banyak yang mengalami apa yang disebut oleh psikolog sebagai post-lebaran blues, kondisi di mana seseorang merasa kelelahan fisik dan emosional setelah intensitas sosial dan aktivitas selama Ramadan dan Idulfitri.
Dalam momen lebaran, yang jarang dibicarakan adalah rasa hampa setelah semua itu selesai. Ketika keramaian reda, banyak dari kita yang justru merasa kosong. Bukan hanya karena THR sudah habis, tapi karena secara emosional kita belum pulih dari tekanan sosial yang kita jalani selama Ramadan dan lebaran. Dari keharusan tampil bahagia, pertanyaan basa-basi yang menusuk, hingga beban ekspektasi untuk selalu hadir baik secara fisik maupun mental.
Inilah kenapa pasca-lebaran seharusnya menjadi momen penting untuk self-healing. Sama seperti tubuh yang butuh istirahat setelah bekerja keras, hati dan pikiran kita pun butuh ruang untuk bernapas.
Self-healing tidak harus mewah. Tidak perlu staycation atau belanja besar-besaran untuk “menghadiahi diri sendiri” yang sering kali justru memperparah kondisi finansial. Self-healing bisa sesederhana tidur cukup, membaca buku favorit, menulis jurnal tentang momen-momen yang menyentuh hati saat lebaran, atau sekadar duduk diam sambil mendengarkan napas sendiri.
Lebaran memang tentang kembali ke fitri. Tapi dalam proses itu, jangan lupakan diri sendiri. Jangan sampai kita terlalu sibuk menyenangkan orang lain, sampai lupa memeluk diri sendiri yang juga layak diberi ruang, waktu, dan perhatian.***