
Beritamerdeka.co.id – Dugaan penggunaan ijazah palsu oleh sejumlah peserta seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) di Kabupaten Tegal mencuat ke publik usai acara pelantikan oleh Bupati Tegal, Ischak Maulana Rohman, pada Selasa, 27 Mei 2025.
Sebanyak 571 orang dilantik sebagai P3K. Namun, beberapa di antaranya diduga menggunakan ijazah sarjana palsu untuk lolos dalam proses seleksi.
Sejumlah aktivis di Kabupaten Tegal menyatakan keprihatinannya atas temuan tersebut. Berdasarkan informasi dari sumber terpercaya yang enggan disebutkan namanya, telah dilakukan klarifikasi ke perguruan tinggi terkait keabsahan ijazah yang digunakan para peserta.
“Pihak perguruan tinggi dengan tegas membantah pernah menerbitkan ijazah-ijazah tersebut. Bahkan, mereka telah mengeluarkan pernyataan resmi secara tertulis yang ditandatangani oleh pimpinan perguruan tinggi,” ujar sumber tersebut.
Lebih jauh, sumber itu juga menyebutkan bahwa dengan menggunakan ijazah yang diduga palsu, beberapa orang kini telah menempati posisi strategis di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tegal.
Hakim Ketua Sidang di PN Tegal Sebut RSUD Kardinah Lecehkan Proses Persidangan
Kondisi ini menimbulkan banyak pertanyaan, terutama menyangkut mekanisme dan verifikasi dalam proses rekrutmen P3K yang seharusnya diketahui oleh Bupati Tegal. Namun hingga berita ini diturunkan, Ischak Maulana Rohman belum memberikan tanggapan meski telah dihubungi via pesan dan WhatsApp pada Minggu, 8 Juni 2025.
Sumber yang sama juga menyoroti berbagai persoalan lain di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tegal, yang menurutnya perlu segera dikoreksi. Salah satunya adalah dugaan praktik jual-beli gelar sarjana dari berbagai perguruan tinggi.
“Ada yang bahkan menggunakan ijazah yang diragukan keabsahannya untuk mendaftar seleksi direksi di Perumda Air Minum Tirta Ayu dan berhasil lolos hingga tahapan akhir. Seharusnya panitia seleksi bisa mendeteksi hal ini dan membatalkan serta mengulang proses seleksi,” ujarnya.
Proses seleksi direksi di Perumda Air Minum Tirta Ayu juga diduga menyimpang dari regulasi yang berlaku, termasuk ketidaksesuaian dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 dan Permendagri Nomor 37 Tahun 2018.
“Terdapat lebih dari satu formasi direksi seperti Direktur Utama dan Direktur Teknik. Namun, hanya diumumkan tiga nama calon untuk masing-masing posisi, padahal aturan mewajibkan minimal tiga dan maksimal lima calon untuk setiap formasi,” jelasnya.
Lapas Slawi Tegaskan Komitmen Zero Narkoba dan HP Lewat Deklarasi dan Kontrol Keliling
Ia juga menyoroti minimnya transparansi dalam seleksi tersebut. Nilai Uji Kelayakan dan Kepatutan (UKK) tidak diumumkan ke publik, sehingga menimbulkan dugaan adanya praktik nepotisme.
“Ini perusahaan milik publik. Seharusnya hasil seleksi transparan. Pansel tampaknya tidak netral dan diduga melakukan praktik yang tidak profesional. Bahkan terlihat tidak menguasai regulasi yang seharusnya dijadikan dasar proses seleksi,” lanjutnya.
Tak hanya di Perumda Air Minum Tirta Ayu, dugaan intervensi kekuasaan juga terjadi di sektor pendidikan. Salah satunya terkait proyek pengadaan buku senilai Rp6 miliar.
“Proyek ini diduga direbut oleh pihak yang dekat dengan pemenang pemilu Kabupaten Tegal dengan cara yang tidak sehat,” katanya.
Ia menyebutkan adanya tekanan terhadap kontraktor agar berkompromi dengan kerabat bupati.
“Bahkan pejabat setingkat kepala bidang pun tidak berani menolak, karena diarahkan untuk kompromi dengan keluarga bupati. Negara jangan sampai kalah dengan preman,” pungkasnya. (Tim BeritaMerdeka.co.id)***