
Beritamerdeka.co.id – Mencuatnya dugaan pungutan liar (pungli) di salah satu Sekolah Dasar (SD) negeri di wilayah Kabupaten Tegal, yakni SD Negeri Kaligayam 02 Kecamatan Talang, membuat orang tua murid merasa terbebani. Sejumlah orang tua murid mengaku diminta membayar pungutan yang telah ditetapkan nominalnya.
Menurut keterangan beberapa wali murid, pihak sekolah memungut biaya yang berkedok sumbangan gotong royong untuk kegiatan lomba marching band (drum band) pada Kamis 31 Juli 2025, dengan nominal yang telah ditentukan, yakni kelas 1 – 5 sebesar Rp 15.000 sedangkan kelas 6 sebesar Rp 75.000
“Kami diminta membayar Rp 15.000 bagi kelas 1 – 5 dan kelas 6 sebesar Rp 75.000, untuk kegiatan sekolah. Katanya sukarela, tapi nominalnya kok ditentukan. Kalau tidak bayar biasanya nanti dipersulit saat ambil rapor,” ungkap salah satu orang tua murid yang enggan disebutkan namanya, pada Senin 4 Agustus 2025.
Pungutan liar di sekolah kerap disamarkan sebagai sumbangan sukarela, gotong royong atau partisipasi masyarakat. Padahal, sesuai dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, sumbangan dari orang tua murid tidak boleh bersifat wajib dan tidak boleh menjadi syarat dalam proses pendidikan.
Dugaan pungli di sekolah dasar ini bukanlah kasus pertama. Di berbagai daerah, praktik serupa kerap terjadi dan menjadi beban tambahan bagi orang tua murid, terutama dari kalangan kurang mampu.
Ketika dikonfirmasi pada Senin 4 Agustus 2025, Kepala SD Negeri Kaligayam 02, Siti Khamidah mengatakan, kegiatan lomba drum band yang diadakan oleh KWK Talang memang tidak wajib, tetapi karena orang tua murid menghendaki maka diikutkan.
“Tidak semua sekolah ikut. Di Kecamatan Talang juga ada SD yang tidak ada drum band nya, dari yang ada drum band pun tidak mesti mengikuti. Mungkin tergantung kondisi di sekolah,” ujarnya.
Siti Khamidah mengatakan, untuk anggaran lomba drum band tidak menggunakan dana BOS, sehingga pihaknya beserta komite sekolah menarik iuran dari wali murid.
“Kami tidak menganggarkan dana BOS untuk kegiatan drum band. Oleh karena itu saya sebelum mengikuti menyampaikan kepada orang tua, mau ikut apa tidak. Nah kalau misalnya ikut otomatis ada dukungan dari orang tua. Dan kami juga bersama komite akhirnya sepakat karena ini ada ekstrakurikulernya,” terangnya.
Ditegaskan Khamidah, komite bersama orang tua itu sepakat untuk memberikan subsidi berupa dana gotong royong karena merasa bahwa lomba drum band yang akan diikuti merupakan kegiatan untuk melatih siswa.
“Nah kalau untuk yang pelatihnya itu diambil dari dana sekolah, itu pun ya kami tidak memaksa kayak gitu. Tapi ya alhamdulillah yang penting kegiatan bisa berjalan. Dan kalau yang dari orang tua itu mutlak untuk anak, untuk makanan, snack dan sebelumnya juga kumpulan rapat dua kali,” kata Khamidah.
Menanggapi isu ini, Plt Kepala Bidang Pembinaan SD pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tegal, Dai Wibowo menjelaskan secara singkat pungutan dan sumbangan memiliki perbedaan.
“Pungutan memiliki ciri yakni bersumber dari peserta didik atau orang tua/wali murid, bersifat wajib dan mengikat, ditentukan jumlah dan ditentukan waktu. Sedangkan sumbangan memiliki ciri-ciri bersifat sukarela, tidak memaksa, dan tidak mengikat , tidak ditentukan jumlah atau bebas, dan tidak ada jangka waktu,” jelasnya, Kamis 7 Agustus 2025.
Ia juga menambahkan, apabila ada penarikan dana kepada orang tua murid, maka harus melalui mekanisme yang telah ditentukan agar tidak terjadi permasalahan dikemudian hari.
“Penggalangan dana juga harus persetujuan komite sekolah dan dapat dipertanggungjawabkan secara transparan kepada pemangku kepentingan terutama orang tua/wali siswa, komite sekolah, dan penyelenggara satuan pendidikan,” tambah Dai.
Lebih lanjut Dai mengimbau para kepala sekolah dan komite untuk mengedepankan transparansi serta mengikuti aturan yang berlaku terkait penggalangan dana dari masyarakat.***