
Beritamerdeka.co.id – Tak ada gading yang tak retak, manusia boleh berencana, karma pula yang menghampiri Hakim Muhammad Arif Nuryanta berstatus Tersangka Korupsi.
Status Tersangka Korupsi itu hinggap dipundak Ketua Hakim PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta usai ditetapkan oleh Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung.
Muhammad Arif Nuryanta Tersangka Korupsi Rp60 miliar itu disebut-sebut masih kerabat (ipar) dari salah seorang anggota DPRD Kota Tegal.
Sebagaimana dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (Sipp) PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta tercatat pernah menjatuhkan vonis lepas kepada 2 anggota polisi yang diduga menembak mati 6 anggota laskar FPI tiga tahun yang lalu.
Putusan dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (18/3/2022) yang dalam sidang sebelumnya, jaksa menuntut para terdakwa dengan 6 tahun penjara.
Dua polisi yang duduk sebagai terdakwa dalam kasus tersebut, yaitu Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin Ohorella. Sebenarnya sebelum persidangan, ada tiga tersangka, tetapi Ipda Elwira Priadi meninggal dunia.

Dalam pertimbangannya, hakim menilai Yusmin Ohorella dan Fikri Ramadhan terbukti menghilangkan nyawa orang lain dalam peristiwa tersebut.
Namun, hal itu dinilai merupakan upaya membela diri.
“Mempertahankan serta membela diri atas serangan anggota FPI,” ujar hakim.
Serangan yang dimaksud yakni mencekik, mengeroyok, menjambak, menonjok, serta merebut senjata Fikri Ramadhan.
“Terpaksa melakukan pembelaan diri dengan mengambil sikap lebih baik menembak terlebih dahulu daripada tertembak kemudian,” kata hakim.
Hakim menilai serangan itu merupakan serangan yang dekat, cepat, dan seketika. Membuat Fikri mengalami luka-luka serta mengancam keselamatan jiwanya.
“Apabila tindakan tersebut tidak dilakukan dan senjata milik terdakwa berhasil direbut bukan tidak mungkin tim menjadi korban,” kata hakim.
Selanjutnya Jaksa mempertimbangkan menempuh upaya hukum kasasi usai vonis lepas ini. Tercatat ada tiga orang hakim yang mengadili perkara pembunuhan ini. Duduk sebagai hakim ketua adalah Muhammad Arif Nuryanta dengan dua hakim anggota, Elfian dan Anry Widyo Laksono.
Tiga tahun setelahnya, tepatnya hari Sabtu, 12 April 2025, Arif kini berstatus tersangka korupsi suap dalam sidang yang memutus bebas tiga korporasi terdakwa kasus ekspor crude palm oil (CPO), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Dirinya dijerat bersama 3 tersangka lainnya yakni pengacara korporasi Marcella Santoso MS, Panitera Muda PN Jakut Wahyu Gunawan (WG) dan Ariyanto (AR).
Penetapan status hukum itu disampaikan Abdul Qohar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Sabtu 12 April 2025 malam, di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan.
Menurut Qohar, Hakim Muhammad Arif Nuryanta terindikasi menerima suap berupa uang dan barang-barang mewah di antaranya satu unit mobil Ferrari, yang totalnya diperkirakan mencapai Rp60 miliar.
Suap itu diberikan AR dan WS pengacara dari pihak korporasi, melalui WG, supaya putusan perkara ekspor CPO lepas dari segala tuntutan hukum atau onslag.
Dalam sidang putusan terhadap 3 orang dalam perkara ekspor CPO , Rabu (19/3/2025), meski Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta menyatakan perbuatan ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan, tapi, para hakim menilai perbuatan korporasi itu bukan suatu tindak pidana.
“Penyidik menemukan bukti MS dan AR melakukan tindak pidana suap atau gratifikasi diduga sebanyak Rp60 miliar. Pemberian suap atau gratifikasi diberikan melalui WG selaku Panitera. Pemberian dalam pengurusan dimaksud agar majelis hakim mengurusi putusan onslag,” ujar Qohar.
Atas perbuatan yang disangkakan, WGterancam jerat Pasal 12 huruf a juncto Pasal 12 huruf b jo. Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 11 juncto Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, MS dan AR masing-masing disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 5 ayat (1), juncto Pasal 13, juncto Pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan MAN terancam jerat Pasal 12 huruf c, juncto Pasal 12 huruf B, juncto Pasal 6 ayat (2), juncto Pasal 12 huruf a, juncto Pasal 12 huruf b, juncto Pasal 5 ayat (2), juncto Pasal 11, juncto Pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (***)