
Beritamerdeka.co.id – Sidang Kasus lembaga finance gunakan Debt Collector bermetode penarikan unit kendaraan debitur yang dianggap macet angsuran dengan cara beraroma penipuan.
Debt Collector atau Tukang Tarik unit kendaraan yang dianggap macet angsuran oleh lembaga finance diduga sudah tidak beretika terhadap nasabahnya.
Pasalnya Debt Collector yang klaim bekerja atas nama Leasing dalam beroperasi diduga menggunakan cara membujuk debitur untuk datang ke kantornya.
Begini Cara Leasing Gunakan Tukang Tarik Jebak Debitur Serahkan Unit Kendaraan
Kasus tersebut menimpa pada seorang Debitur (nasabah) atas nama Miranti Rizki Adlia di PT. Mandiri Utama Finance (MUF) yang 2 (dua) bulan mengalami keterlambatan angsuran dan ditarik unit kendaraannya dengan modus iming-iming bahwa PT. Mandiri Utama Finance akan memberikan kebijakan keringanan dengan restrukturisasi angsuran.
Saat Debitur bersedia datang ke kantor PT. Mandiri Utama Finance, pegawainya langsung menyodorkan beberapa lembar dokumen yang diduga salah satu lembar yang ditandatangani Debitur itu adalah dokumen Berita Acara Serah Terima Kendaraan (BASTK) tanpa disadari nasabah.
Pada situasi pengalihan perhatian itulah, beberapa orang meminta STNK dan kunci unit kendaraan nasabah dengan alasan untuk dilakukan cek nomor mesin dan nomor rangka kendaraan yang pada kenyataannya, mobil langsung dibawa ke gudang milik perusahaan pembiayaan tersebut, sebagai bagian dari keniatan penarikan unit kendaraan dengan asumsi BASTK telah ditandatangani nasabah.
Pekerjaan Urugan Makam Ragasela Sumurpanggang, Kota Tegal Abaikan Kewajiban K3
Hal itu terungkap dari penjelasan kesaksian Tanto Sugeng Raharjo salah seorang yang juga berpengalaman sebagai Debt Collector pada sidang pekan sebelumnya di Pengadilan Negeri Tegal dengan nomor perkara 12/Pdt.G/2025/PN Tgl.
Menurut Richard Simbolon selaku kuasa hukum Debitur atas nama Miranti Rizki Adlia (Penggugat) mengatakan bahwa pihaknya mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Tegal, dalam upayanya membatalkan dokumen Berita Acara Serah Terima Kendaraan (BASTK) yang dikeluarkan oleh PT. Mandiri Utama Finance.
“Sebab, hak lembaga pembiayaan itu hanya penagihan bukan penarikan. Bahkan ketika memakai jasa pihak ketiga (perusahaan pembiayaan / debt collector) sekalipun juga masih dalam koridor fungsi penagihan,” ujar Richard Simbolon usai mengikuti sidang dengan agenda masih menghadirkan saksi dari penggugat, Selasa, 22 Juli 2025.
Penunjukkan Pokir Urugan Makam Ragasela ke Kontraktor oleh Anggota DPRD, Abuse of Power
Sidang yang dipimpin majelis hakim dengan hakim ketua Fatchurrochman, SH ditunda pekan depan 29 Juli 2025 dengan agenda masih menghadirkan saksi dari pihak Penggugat (Miranti Rizki Adlia).
Sementara menurut Pemerhati masalah hukum di Kota Tegal, Yanuar Ibnu Sina mengatakan, bahwa syarat perusahaan (pihak ketiga) penagihan itu harus memenuhi syarat seperti selain berbadan hukum atau NIB, juga memperoleh Sertifikasi dibidang Penagihan dari lembaga Sertifikasi Profesi dibidang pembiayaan.
Selain itu masih kata Yanuar Ibnu Sina yang biasa akrab dioanggil Bulus, dirinya berkeyakinan bahwa sudah dapat dipastikan perusahaan penagihan tidak akan punya NIB karena ketika mendaftar, pasti akan muncul jenis usaha tersebut tidak dinaungi oleh undang-undang apapun.
Anggota DPRD Kota Tegal Diingatkan Kembali Soal Potensi Gratifikasi dan Pengawasan Pokir
“NIB engga bakal punya. Sebab soal perizinan, ketika PT mau bikin NIB Collection pasti akan muncul jenis usaha ini tidak dinaungi undang-undang apapun. Maka Dasar debt collector hanya boleh (melakukan penarikan) peraturan Bank Indonesia kredit berbasis kartu,” terang Yanuar.
Perusahaan pembiayaan maupun masyarakat kata Yanuar, perlu memahami peraturan OJK Nomor 35 Pasal 48 tentang fungsi penagihan, selain itu Negara juga memberikan ruang ketika ada kekosongan hukum maka muncul peraturan Kapolri tentang tata cara pengamanan jaminan fidusia.
“Ketika leasing merasa nasabahnya wanprestasi maka dianjurkan untuk ke Polisi terutama ke KBO membawa bukti lah nanti polisi yang mengawal, bukan semaunya sendiri dengan cara berbau penipuan,” jelasnya.
Pada prinsipnya, gugatan perdata yang diajukan Debitur (istilah di lembaga finance untuk menyebut pihak penghutang) merupakan perjuangan hak yang dijamin oleh negara dimana untuk eksekusi unit objek fidusia, setidaknya harus melalui putusan inkrach pengadilan.
“Kalau kreditur merasa debiturnya wanprestasi, harusnya digugat di pengadilan dan meminta eksekusi, sedangkan pengamanannya sudah ada peraturan Kapolri,” kata Richard.
Sementara, leasing seolah-olah tidak pernah ada istilah eksekusi, yang ada bahwa debitur dengan sukarela menyerahkan unit objek fidusia dan menandatangani berita acara penyerahan.
“Nah kita substansinya sedang menggugat untuk pembatalan BASTK yang dijadikan dasar sebagai payung hukum oleh pihak ketiga atau debt collector,” pungkas Richard. (Anis Yahya)