Literasi Digital Bukan Hanya Sekadar Bisa Scroll, Tapi Harus Paham Juga Mengenai Isi Kontennya
Beritamerdeka.co.id-Kehidupan di era digital menawarkan kemudahan luar biasa. Informasi bisa diakses kapan saja dan di mana saja, hanya dengan satu perangkat di genggaman tangan. Mulai dari berita terkini, opini publik, hingga hiburan dan tren viral, semua tersedia dalam hitungan detik. Namun di balik kemudahan itu, terselip tantangan besar yang sering diabaikan: rendahnya literasi digital.
Banyak orang merasa sudah melek digital hanya karena mereka mampu menggunakan aplikasi, mengakses media sosial, atau mengedit video di ponsel. Padahal, literasi digital jauh lebih kompleks dari sekadar kemampuan teknis. Literasi digital mencakup pemahaman kritis terhadap informasi, kemampuan menilai kredibilitas sumber, serta kesadaran etika dalam berinteraksi di ruang digital.
Salah satu tantangan utama dalam dunia digital adalah keberadaan echo chamber lingkungan daring yang hanya memperkuat pandangan pribadi dan meminimalkan keberagaman perspektif. Tanpa kemampuan berpikir kritis, pengguna internet cenderung hanya percaya pada informasi yang sesuai dengan sudut pandangnya sendiri, tanpa memverifikasi kebenarannya terlebih dahulu.
Literasi digital juga menyangkut etika bermedia. Bagaimana kita memperlakukan orang lain di media sosial, cara menyampaikan pendapat, hingga kemampuan untuk tidak mudah terpancing emosi oleh isu-isu yang sedang viral. Internet seharusnya menjadi ruang yang aman dan sehat untuk berdiskusi, bukan tempat penuh ujaran kebencian dan provokasi.
Penting untuk menyadari bahwa menjadi pengguna digital yang cerdas bukan hanya tentang “tahu”, tapi juga “bijak”. Kita perlu mengembangkan kebiasaan memeriksa sumber informasi, memahami konteks berita, serta menyadari bahwa setiap klik dan bagikan memiliki dampak.
Khususnya bagi generasi muda yang menghabiskan sebagian besar waktunya di dunia maya, literasi digital adalah bekal penting. Dengan literasi yang kuat, mereka tidak hanya akan mampu bertahan dalam arus informasi, tapi juga dapat berkontribusi menciptakan ekosistem digital yang sehat, kritis, dan inklusif.
Pada akhirnya, literasi digital bukan soal kemampuan scroll, swipe, atau share. Tapi soal bagaimana kita memahami isi, berpikir kritis, dan bertindak bijak. Dunia digital adalah ruang besar yang penuh potensi dan hanya dengan literasi yang cukup, kita bisa mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat.***