
Beritamerdeka.co.id – Setiap tahun, jutaan umat Muslim dari seluruh dunia menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Di tengah semangat spiritual yang tinggi, tidak sedikit dari mereka mempercayakan urusan keberangkatan dan pelaksanaan ibadah haji kepada biro perjalanan. Sayangnya, kepercayaan ini kadang disalahgunakan oleh oknum biro haji yang tidak bertanggung jawab.
Kecurangan biro haji bukan lagi hal baru. Mulai dari penipuan biaya, pemalsuan visa, hingga gagalnya keberangkatan jamaah karena biro tidak memiliki izin resmi, semua itu telah menjadi noda hitam dalam penyelenggaraan haji.
Lebih menyedihkan lagi, korbannya sebagian besar adalah masyarakat awam yang telah mengumpulkan dana selama bertahun-tahun demi bisa menginjakkan kaki di Tanah Suci.
Salah satu bentuk kecurangan yang paling mencolok adalah keberangkatan menggunakan visa non-haji, visa ziarah atau kerja. Banyak biro nakal memanfaatkan kuota visa ini untuk memberangkatkan jamaah, padahal visa tersebut tidak menjamin fasilitas dan perlindungan resmi dari pemerintah Indonesia. Akibatnya, jamaah menjadi rentan terhadap masalah administratif, kesehatan, bahkan deportasi.
Mengapa kecurangan ini terus terjadi? Salah satu penyebab utamanya adalah lemahnya pengawasan dan sanksi yang tidak memberi efek jera. Selain itu, sebagian masyarakat masih kurang informasi tentang prosedur haji resmi dan cenderung memilih biro dengan janji keberangkatan cepat dan biaya murah, tanpa mengecek legalitasnya.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag), harus lebih tegas dalam menindak biro nakal. Regulasi yang jelas, pengawasan ketat, dan edukasi kepada calon jamaah perlu ditingkatkan. Di sisi lain, masyarakat juga harus lebih kritis dalam memilih biro haji. Jangan mudah tergiur oleh janji manis tanpa kejelasan hukum.
Ibadah haji adalah perjalanan spiritual yang suci, bukan ladang bisnis untuk mencari keuntungan semata. Maka, sudah saatnya semua pihak, pemerintah, biro perjalanan, dan masyarakat bersatu melawan segala bentuk kecurangan. Jangan biarkan ibadah yang sakral ternodai oleh kerakusan dan tipu daya.***