
Beritamerdeka.co.id – Ditengah rumor Nur Fitriani Ketua DPD PAN Kota Tegal akan diganti, di DPRD Kota Tegal berlangsung kegiatan klarifikasi Badan Kehormatan.
Badan Kehormatan DPRD Kota Tegal memanggil Komar Raenudin Pelapor untuk klarifikasi adanya dugaan pelanggaran Kode Etik anggota dewan Nur Fitriani.
Nur Fitriani dilaporkan ke BK DPRD Kota Tegal oleh Komar Raenudin atas dugaan pelanggaran beberapa undang-undang sebagai anggota dewan.
Inilah PT Nawasena Emas Cemerlang Perusahaan Nur Fitriani yang Gagal Berangkatkan Haji
“Badan Kehormatan DPRD Kota Tegal mengundang kami untuk laporan yang kami layangkan pada tanggal 20 Mei 2025 atas dugaan pelanggaran yang telah dilakukan sdri Nur Fitriani terhadap beberapa undang-undang,” ujar Komar Raenudin setelah memberikan keterangan pada BK DPRD Kota Tegal, Jumat, 13 Juni 2025.
Dugaan undang-undang yang dilanggar Ketua DPD PAN Kota Tegal tersebut menurut Komar Raenudin alias Udin Amuk Koord Wil Eks Karesidenan Pekalongan, Aliansi Kerakyatan Anti Korupsi dan Peradilan Bersih (AKAR) Provinsi Jawa Tengah antara lain, UU no. 17 thn 2014, UU no. 23 thn 2014, UU no. 20 thn 2001, UU no. 08 thn 2019.
Udin Amuk sendiri hadir di pressroom untuk memenuhi undangan klarifikasi Badan Kehormatan DPRD Kota Tegal terkait dirinya sebagai pelapor atas terjadinya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Nur Fitriani sebagai anggota legislatif.
Begini Kesaksian Korban Haji Ilegal Akibat Kelakuan Nur Fitriani

Pelaporan yang dilakukan Udin Amuk mencakup 2 perbuatan Nur Fitriani berupa perbuatan Tindakan dan Perilaku, yang berupa keterlibatan Terlapor dalam kegiatan berinvestasi dalam proyek yang dibiayai APBD, dan yang kedua penyalahgunaan jabatan dalam kepentingan bisnis pribadi.
Dikatakan Udin, pelaporan terhadap perbuatan dan tindakan anggota DPRD tersebut sudah sesuai dengan UU No.17 pasal 403 tentang MD3 dan UU No.23 Pasal 191 tahun 2014 tentang pemerintah daerah.
BK atau Badan Kehormatan katanya, merupakan alat kelengkapan dewan yang dibentuk untuk menyelidiki, menyidik dan pengadil bagi anggota yang melanggar.
“Hal ini terkait dengan kode etik anggota dewan, sehingga tidak perlu terpengaruh dengan proses pidana yang ditangani oleh Aparatur Penegak Hukum,” tuturnya.
Keterlibatan Nur Fitriani dalam laporan sangat jelas melanggar pasal 365, pasal 366 ayat 1 huruf c, pasal 369, pasal 373 huruf b, c, d, dan pasal 400 ayat 2 Undang undang nomor 17 tahun 2014 dalam hal sanksi BK harus menerapkan sesuai dengan pasal 401 ayat 1 dan 2 undang undang tersebut.
“Keterlibatan saudari Nur Fitriani sangat jelas ikut investasi dalam pembiayaan penyelesaian proyek Penataan Jalan Ahmad Yani sesuai dengan Surat Perjanjian Investasi Usaha yang dibuat dan ditandatangani pada tanggal 10 Maret 2022.
Surat perjanjian tersebut terungkap dengan dakwaan atas perkara nomor 81/Pid.B/2023/PN.Tgl pada Pengadilan Negeri Tegal.
Sementara pada poin kedua pengaduannya terkait dengan penggunaan Gedung Paripurna yang digunakan oleh Nur Fitriani untuk tempat transit atau dan pelepasan calon jamaah Haji pada tanggal 4 Mei 2025.
“Yang ternyata pemberangkatan tersebut juga bermasalah karena menggunakan visa yang tidak sesuai dengan Undang-undang nomor 8 tahun 2019,” terangnya.
Dengan menggunakan Gedung Paripurna untuk kepentingan Bisnis atau Perusahaan pribadi jelas saudari Nur Fitriani telah melakukan penyalahgunaan Jabatan untuk kepentingan pribadi.
“ini sangat bertentangan dengan huruf d pasal 373 UU MD3 yang berbunyi Anggota DPRD kabupaten/kota berkewajiban: mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan,” tegas Udin.
Sedangkan terkait dengan Perusahaan pemberangkatan calon Jamaah Haji yang tidak sesuai dengan Undang undang nomor 8 tahun 2019, Nur Fitriani sebagai direktur Perusahaan tersebut telah melanggar pasal 369, 373 huruf b UU MD3.
Nur Fitriani pun telah meninggalkan tugas sebagai anggota DPRD Kota Tegal, bukan sebagai Jamaah Haji tetapi sebagai Pendamping rombongan Haji dibawah perusahaan PT. Nawasena Emas Cemerlang, dimana yang bersangkutan sebagai pemilik perusahaan atau usaha tersebut.
“Ini jelas melanggar huruf d pasal 373 UU MD3, sangat jelas kalau saudari Nur Fitriani telah melanggar dua kali pasal 373 UU MD3 di kasus yang sama,” paparnya.

Ketua BK Triono dan rombongan juga sudah melakukan cross check ke Polresta Bandara Soekarno – Hatta dan info yang didapat sesuai dengan pemberitaan di media massa, dan menurut seperti yanv disampaikan Udin Amuk, BK menilai bahwa hal otu sangat jelas Nur Fitriani melanggar kode etik dewan.
Terhadap 2 kasus yang diadukan ke Badan Kehormatan DPRD Kota Tegal, Aliansi Kerakyatan anti Korupsi dan Peradilan Bersih (AKAR) Jateng, meminta kepada BK DPRD Kota Tegal dan Partai Amanat Nasional untuk memberikan sanksi Pemberhentian dan pemecatan sebagai anggota DPRD Kota Tegal.
“Sebab Perbuatan, Tindakan dan Perilaku yang bersangkutan sudah sangat mencoreng nama, baik Masyarakat Kota Tegal, maupun mencederai dewan serta bila Partai masih punya marwah dan dipermalukan oleh yang bersangkutan naka layak untuk dipecat,” tegas Udin.
Sementara itu Ketua Badan Kehormatan DPRD Kota Tegal mengatakan bahwa pihaknya meskipun dapat menjatuhkan sanksi, namun yang mempunyai kewenangan melakukan pergantian antar waktu (PAW) kewenangan partai.
“BK hanya bisa menjatuhkan sanksi kode etik apabila terbukti. Setelah (dinyatakan) adanya pelanggaran kode etik, BK melaporkan kepada Ketua DPRD, setelah itu berproses ke fraksi maupun partai PAN dan yang punya kewenangan melakukan PAW itu partai,” terangnya.
Mekanisme PAW Anggota DPRD
Mekanisme Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPRD yang melanggar aturan atau kode etik partai, atau melakukan tindak pidana, diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Pemilu dan Peraturan KPU.
Proses PAW ini melibatkan pengajuan usulan dari partai politik, verifikasi oleh KPU, dan penetapan oleh pimpinan DPRD.
Mekanisme PAW Anggota DPRD:
Pelanggaran dan Usulan PAW:
Anggota DPRD dapat di-PAW jika melakukan pelanggaran kode etik, melanggar hukum, atau diberhentikan oleh partai politik.
Usulan PAW diajukan oleh partai politik yang bersangkutan kepada pimpinan DPRD.
Usulan ini disertai dengan bukti-bukti pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD.
Verifikasi dan Penetapan oleh KPU:
Pimpinan DPRD menyampaikan usulan PAW kepada KPU kabupaten/kota.
KPU melakukan verifikasi terhadap calon pengganti dan kelengkapan persyaratan.
Jika calon pengganti memenuhi syarat, KPU menerbitkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan dan Penelitian.
KPU menyampaikan hasil verifikasi kepada pimpinan DPRD.
Penyampaian Keputusan PAW:
Pimpinan DPRD menyampaikan usulan PAW kepada Gubernur (untuk DPRD Provinsi) atau Bupati/Walikota (untuk DPRD Kabupaten/Kota) untuk mendapatkan pengesahan.
Pimpinan DPRD mengesahkan PAW melalui Rapat Paripurna dan menyampaikan SK pemberhentian dan pengangkatan anggota DPRD yang baru kepada Gubernur/Bupati/Walikota.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 Tahun 2019,
Peraturan Tata Tertib DPRD.
Penting untuk dicatat:
PAW harus dilakukan dengan teliti dan hati-hati, serta memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan kepastian hukum. Proses PAW dapat berbeda-beda tergantung pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peraturan tata tertib DPRD. (Anis Yahya)