
Beritamerdeka.co.id – Warung Aceh banyak dibincangkan warga Kota Tegal lantaran banyak edarkan obat-obatan golongan G Tramadol dan Eximer tanpa izin edar.
Obat-obatan jenis G yang diperdagankan Warung Aceh tersebut disinyalir banyak dikonsumsi remaja yang menjadi pemantik maraknya tawuran kalangan remaja.
LMP Marcab Kota Tegal mendampingi masyarakat bergerak menindaklanjuti informasi adanya Warung Aceh berkedok Celular di Jl. Dr. Cipto Mangunkusumo, Margadana.
Ketua DPRD Kusnendro Sambut Baik Kunjungan Ketua LMP Marcab Kota Tegal dan Rombongan
Menurut Ketua LMP Marcab Kota Tegal, Eko Yudho Hanggoro bahwa pihaknya bersama Perangkat kelurahan Margadana, M.A.C LMP Margadana Di Bawah Kendali LMP Marcab Kota Tegal, Dampingi Penertiban Warung Aceh / Penjual obat2an Terlarang “Daftar G”.
“Menurut pengakuan pemilik kios, mereka sudah mulai menghentikan aktifitas peredaran obat-obatan terlarang dilingkungan kios tersebut,” ujar Eko Yudho Hanggoro kepada beritamerdeka.co.id, Senin,5 Mei 2025.
Pengakuan tersebut disampaikan pemilik kios atau Warung Aceh, saat dilakukan tindakan persuasif dengan masyarakat, Bhabinsa, Bhabinkamtibmas, Lurah, LPMK dan LMP Marcab Kota Tegal, M.A.C LMP Margadana serta melibatkan RT/RW setempat.
LMP Kota Tegal Lakukan Giat Silaturahmi dan Koordinasi ke Tomas dan Toga
Kendati sudah menyampaikan bahwa kios atau Warung Aceh sudah tidak beraktifitas lagi, namun LMP Marcab Kota Tegal meminta RT/RW dan masyarakat bersama-sama melakukan pengawasan.
“Dengan hasil pendekatan persuasif pemilik Kios yg menurut pengakuannya sdh tidak ada aktifitas peredaran obat2an terlarang di lingkungan kios tersebut, kami mohon kepada RT/RW dan masyarakat untuk bersama2 mengawasinya,” tambah Eko Yudho.
LMP Marcab Kota Tegal menyikapi serius persoalan peredaran obat-obatan terlarang sebagai bentuk kepedulian pada keberlangsungan generasi muda untuk kemajuan bangsa.
Sebab lainnya, lantaran obat-obatan yang termasuk golongan G, atau sering disebut sebagai “obat keras,” efeknya sangat berbahaya bagi mental dan psikologis penggunanya.
Bahkan obat-obatan tersebut dilarang diperjualbelikan secara bebas dan penggunaannya harus di bawah pengawasan dokter karena beberapa alasan yang sangat penting.
Obat golongan G, seperti Tramadol, memiliki potensi yang signifikan untuk menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologis.
Penggunaan yang tidak sesuai dosis dan tanpa indikasi medis dapat dengan cepat menjurus pada penyalahgunaan, bahkan disamakan dengan narkotika.
Obat keras dapat menimbulkan berbagai efek samping yang serius, terutama jika digunakan tanpa pengawasan medis. Efek sampingnya bisa berupa kerusakan organ tubuh, gangguan sistem saraf pusat, masalah mental dan psikologis, bahkan hingga menyebabkan kematian.
Penyalahgunaan obat golongan G dapat meracuni tubuh, memperparah penyakit yang sudah ada, dan merusak susunan saraf pusat. Selain itu, obat ini juga dapat menyebabkan kerusakan mental dan psikis, menghancurkan masa depan penggunanya.
Badan Narkotika Nasional (BNN) telah mewaspadai bahwa obat-obatan golongan G berpotensi menjadi narkotika jenis baru jika tidak diawasi dengan ketat.
Beberapa kasus menunjukkan bahwa obat golongan G sering disalahgunakan oleh kelompok geng motor untuk mendapatkan efek tertentu sebelum melakukan tindakan kriminal.
“Karena bahaya-bahaya tersebut, peredaran dan penggunaan obat golongan G diatur sangat ketat oleh pemerintah,” timpal bendahara LMP Marcab Kota Tegal, Lukas.
Pengawasannya itu dimulai dari proses pembuatan hingga penyerahannya di apotek harus melalui resep dokter. Tujuannya adalah untuk memastikan obat ini digunakan sesuai indikasi medis dan mencegah penyalahgunaan.
Singkatnya, obat-obatan golongan G dilarang diperjualbelikan secara bebas karena potensi bahayanya yang besar terhadap kesehatan individu dan keamanan masyarakat.
“Pengawasan ketat melalui resep dokter adalah langkah penting untuk memastikan penggunaannya aman dan sesuai dengan kebutuhan medis,” pungkasnya. (Anis Yahya)